Kota besar sering dianggap penuh beton dan polusi, tapi kini muncul tren urban farming, yaitu bertani di tengah kota.
Urban farming memungkinkan warga menanam sayur, buah, atau rempah di balkon apartemen, atap gedung, hingga lahan kosong perkotaan.
Keunggulannya adalah akses makanan segar. Warga tidak perlu bergantung sepenuhnya pada pasar, dan bisa menikmati hasil panen sendiri.
Selain itu, urban farming juga mengurangi jejak karbon karena produk tidak perlu diangkut jauh dari desa ke kota.
Tren ini semakin populer di kalangan generasi muda yang peduli lingkungan dan gaya hidup sehat.
Beberapa kota besar seperti Singapura dan Tokyo sudah mendukung urban farming dengan menyediakan lahan khusus.
Namun, tantangan ada pada ruang terbatas dan waktu. Tidak semua orang punya kemampuan bertani di tengah kesibukan kota.
Meski begitu, banyak startup menawarkan solusi seperti kit hidroponik dan aplikasi panduan bercocok tanam.
Urban farming adalah simbol perlawanan terhadap gaya hidup konsumtif. Dari balkon kecil, siapa pun bisa ikut menyelamatkan bumi dan tubuh mereka sendiri.

